Jumat, 29 Januari 2016

Peran Jaksa dalam Sistem Peradilan Pidana di Daerah Administrasi Khusus Macao


Asas “Satu Negara Dua Sistem”


 
RR Tingkok menerapkan asas “satu negara dua system” OLeh karena itu, sejak dikembalikan Portugis ke RR Tiongkok (1999),  Macao Special Adminstrative Region (selanjutnya disebut saja “Macao) tetap memiliki system hukum sendiri, tidak mengikuti system hukum RR Tiongkok. Demikian juga system peradilannya, sehingga kasasi untuk perkara-perkara yang diadili oleh pengadilan di Macao berakhir pada Mahkamah Agung Macao karena system peradilannya pun mandiri tidak tergantung kepada Mahkamah Agung RR Tiongkok di Beijing.

 

Sistem Peradilan Macao



Sistem peradilan Macao berakar pada sistem peradilan Portugal (termasuk Spanyol, Belgia, dan Belanda, yang kesemuanya berakar pada sistem peradilan Perancis),  yaitu disamping bertipe peradilan  inkuistor/non adversarial Kejaksaan dan pengadilan berada dalam satu sistem kemagistratan (magistracy). Artinya, kemagistratan terdiri dari magistrate pengadilan dan magistrate kejaksaan, sehingga hakim dan jaksa baik dalam persyaratan pengangkatannya, aturan pemberhentiannya, sistem penjatuhan sanksi disiplinnya, dan lain-lain tidak berbeda. 

Yang berbeda misalnya, hakim tidak boleh dimutasi tanpa persetujuannya, dan hakim memiliki kebebasan individual, tidak dapat diperintah oleh siapapun termasuk atasannya. Sedangkan jaksa dapat dimutasi kemana saja, tunduk pada hierarki, dan dapat diperintah oleh atasannya.  Di Indonesia variant sistem kemagistratan dikenal dalam era sebelum KUHAP 1981. Juga seperti di Belanda dan Perancis, hakim dijuluki “ Magistrat duduk”, Sedangkan jaksa dijuluki “Magistrat berdiri”, karena sewaktu membacakan surat dakwaan dan sewaktu mengucapkan tuntutan (requisitor), jaksa dalam keadaan berdiri.

 

Kedudukan Kejaksaan Macao



Berdasarkan UUD Macao, Kejaksaan dan Pengadilan Macao adalah lembaga peradilan (judicial organ), Dengan kata lain, Kejaksaan Macao bukan lembaga pemerintahan (adminisntartive organ) Di negara-negara yang memiliki kejaksaan seperti di Macao, kedudukan kejaksaan itu merupakan lembaga peradilan, yaitu menerapkan teori lembaga peradilan (judicial organ theory) sehingga antara hakim berstatus sejajar (parallel status).

Akan tetapi tidak dapat dipungkiri, bahwa Kejaksaan Macao sedikit menganut dua sifat kedudukan jaksa (double nature of the proses cutors) dalam sistem peradilan pidana, yaitu sebagai : 1) Jembatan antara Kepolisian dan Pengadilan; (2) Jembatan antara Eksekutif dan Yudikatif. Walau begitu dapat disimpulkan, bahwa kedudukan Kejaksaan Macao lebih bertumpuh pada teori bahwa Kejaksaan itu merupakan lembaga peradilan.

 

Kewenangan Kejaksaan Macao



Kejaksaan Macao dipimpin oleh Jaksa Agung  (Prosecutor Generali). Wewenang utamanya di bidang peradilan pidana, tetapi meliputi juga bidang perdata (termasuk hukum keluarga dan ketenagakerjaan). Kejaksaan adalah satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan melakukan intervensi secara penuh dalam penegakan hukum dan proses pidana.

Oleh karena itu, di bidang peradilan pidana, Kejaksaan Macao berwenang :
  • Menerima tuduhan (denounce) dan aduan (comlaint).
  • Melakukan penyidikan ( intervigation).
  • Melakukan penuntutan (prosecution).
  • Melakukan banding (appeal), bahkan kalau perlu demi kepentingan terdakwa.
  • Melaksanakan eksekusi dan melakukan tindakan-tindakan pengamanan (security measures).

Di Macao, pemeriksaan di siding pengadilan bersistem inquisitoir dan jaksa Macao bukan merupakan pihak dalam perkara pidana. Sedangkan dalam sistem adversary (sitem peradilan pidana di negara-negara bersistem hukum Inggris atau common law system, jaksa merupakan pihak dalam perkara pidana, yaitu pihak yang melawan pihak terdakwa.

 

peran jaksa di peradilan pidana Macau
sumber gambar : mutiaradisurga.blogspot.com

Kekuasaan Penyidikan



Kekuasaan melakukan penyidikan merupakan kekuasaan sepenuhnya (exclusive power) Kejaksaan Macao. Akan tetapi, sekalipun memiliki kekuasaan penyidikan sepenuhnya, Kejaksaan Macao merasa tidak sepantasnya melakukan penyidikan scara langsung. Dalam kesehariannya, kekuasaan tersebut didelegasikan kepada Kepolisian Macao, sehingga Kejaksaan Macao tidak pernah melibatkan secara teknis dalam penyidikan yang dilakukan oleh polisi, Walaupun demikian, kekuasaan penyidikan yang diberikan sepenuhnya oleh undang-undang kepada para Jaksa Macao yang tidak memihak (umpartial) dan independen, merupakan jaminan perlindungan bagi para warga Macao.
 

Kekuasaan Penuntutan



Disamping kekuasaan penyidikan sepenuhnya, Kejaksaan Macao diberi kekuasaan sepenuhnya untuk melakukan penuntutan. Arti menuntut adalah menetapkan berkas perkara yang diterimanya untuk dijadikan kasus pidana. Setelah itu Jaksa Macao akan  menganalisis dan menetapkan apakah kasus yang bersangkutan diajukan ke pengadilan atau tidak.

Kejaksaan Macao menganut asas legalitas, bukan asas oportunitas, maka sepanjang bukti-buktinya cukup dan sepanjang kejaksaan berwenang (legitimacy), kasus tersebut akan diajukan ke pengadilan. Singkatnya, Kejaksaan Macao di dalam melakukan penuntutan mempertimbangkan dua hal: pertama, apakah : pembuktian untuk kasus yang dihadapi cukup (sufficient evidence) atau tidak; kedua, apakah untuk kasus tersebut kejaksaan berwenang (legitimacy) menuntutnya atau tidak.
 
Akan tetapi jaksa lain di dunia dewasa ini, sekalipun menganut asas legalitas, sudah bias melakukan diskresi penuntutan (prosecutorial discretion). Mengenai hal ini Jaksa Macao tidak memiliki kekuasaan diskresi penuntiutan. Namun sebagaiana diatur oleh KUHAP Macao  1997, Jaksa Macao boleh mengusulkan kepada pengadilan, bahwa untuk perkara-perkara tertentu, diberikan penangguhan penuntutan (suspension of  proceeding) dan penuntutan tanpa penjatuhan pidana (filling) in case of exemption of punishment).
 
Dalam hubungan ini pembicara menyatakan, bahwa konsep diskresi jaksa dalam rangka pembahasan makalahnya, yaitu model yang berdasarkan asas legalitas dan model yang berdasarkan asas oportunitas.
 
Pada umumnya, yuridiksi hukum Eropa continental (civil law system) menganut asas legalitas, sedangkan yuridiksi hukum Inggris (comman law system) pada umumnya menganut asas oportunitas.
 
Kelebihan asas legalitas dapat menghidarkan keputusan jaksa yang sewenang-wenang, mendukung konsep persamaan dan keadilan, menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap system peradilan pidana. Pada akhirnya asas tersebut dapat menimbulkan pencegahan secara umum (general prevention) terhadap terjadinya tindak pidana. Adapun kelemahan asas legalitas adalah penerapannya kurang luwes (inflexible), sulit dapat merespon keadaan-keadaan khusus, kurang dapat disesuikan dengan kebijakan criminal yang modern.

Kelebihan asas oportunitas adalah penerapannya sangat luwes (flexible) dapat menimbulkan pencegahan secara khusus (special prevention). Asas ini dipengaruhi oleh teori pemidanaan yang bersifat mendidik, dengan menitik beratkan rehabilitasi. Asas ini dipengaruhi juga oleh pertimbangan prosedur yang ekonomis dan pertimbangan kebijakan criminal. Akan tetapi asas portunitas memiliki kelemahan, karena asas ini dapat menimbulkan kesalahpahaman dan kecurigaan masyarakat, sekalipun diskresi jaksa telah diputuskan secara sah dan dengan itikat baik.

 

Pemeriksaan di Sidang Pengadilan



Sidang pengadilan (trial) memeriksa kasus piodana dan memberikan putusan berdasarkan fakta maupun hukum.
 
Pemeriksaan Pengadilan di Macaop berdasarkan :
  1.  terbuka kecuali untuk perkara-perkara tertentu; 
  2. yang saling berlawanan berdebat tentang pembuktian berdasarkan kedudukan yang sama; 
  3.  pidana yang dijatuhkan harus berdasarkan pemeriksaan atau keterangan lisan di muka hakim, bukan berdasarkan keterangan tertulis dari berkas perkara; 
  4. keterangan saksi langsung bukan pembuktian, dan persidangan harus dilakukan secara efisien dan cepat: berlangsung terus menerus, tidak tertunda-tunda; 
  5. jika diperlukan pengadilan harus berinisiatif menemukan suatu kebenaran material; 
  6. pembuktian dibebankan kepada jaksa penuntut umum; 
  7. persidangan adalah tempat jaksa penuntut umum meyakinkan pengadilan bahwa terdakwa bersalah; 
  8. persidangan adalah tempat bertarung yang saha dimana terdakwa menungkapkan persoalan-persoalan kecil maupun besar mengenai fakta,  hukum formal (acara), maupun hukum materiil (substantive).

Sebelum pengadilan menjatuhkan putusan, jaksa penuntut umum, pembela dan terdakwa mengajukan kata akhir (oral allegations) dengan menyimpulkan hasil pembuktian yang sudah diperdebatkan. Dalam hal itu jaksa penuntt umum menyampaikan tuntutan pidana apa yang layak untuk dijatuhkan terhdap terdakwa, sekalipun pengadilan tidak terikat atas tuntutan tersebut. Penyampaian kata akhir diberikan waktu masing-masing 40 menit (di Indonesia dikenal sebagai requisitoir dan pleidoi), sedangkan jawaban dari masing-masing 20 menit (di Indonesia disebut sebagai Replik dan duplik). 

Upaya banding yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum merupakan pengawasan kejaksaan atas putusan pengadilan (di Indonesia dan Belanda pun demikian seperti pernah dikemukakan oleh Guru Besar Pidana Oemar Senoadji, sewaktu almarhum menjadi Ketua Mahkamah Agung RI. Kasasi berakhir di Mahkamah Agung Macao,tidak kepada Mahkamah Agung RR Tiongkok di Beijing.
 
Jaksa Macao harus menuntut bebas bilamana menurut pendapatnya dari hasil persidangan, terdakwa tidak bersalah. Sedangkan kemandirian Jaksa Macao adalah nilai utama (important value) kemagistratan Kejaksaan Macao.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar