Jumat, 05 Februari 2016

Kejaksaan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia di Fiji


Kejaksaan dan perlindungan Hak Asasi Manusia di Fiji
Kejaksaan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia di Fiji

DI Fiji, keputusan jaksa memberi dampak yang signifikan terhadap sistem penyelenggaraan peradilan pidana. Efektifitas keputsan jaksa dipertaruhkan dan efektifikatas jaksa menjadi kepercayaan mayarakat terhadap penyelenggaraan peradilan pidana (administration of criminal) dapat dipertahankan.

Kejaksaan Fiji (the of DPP), dibentuk berdasarkan UU Kemerdekaan Tahun 1970 dan kekuasaan kejaksaan Fiji dimasukan ke dalam UUD tahun 1990 dan kemudian ke dalam UUD 1997 yang menggantikannya. Kejaksaan Fiji sangat independen,, bertanggung jawab kepada rakyat Fiji, bukan kepada Pemerintah.

Tuggas jaksa adalah melakukan penuntutan di semua tingkat pengadilan, dan juga hadir di pengadilan banding maupun di Mahkamah Agung  pada waktu sidang banding dan Mahkamah Agung Fiji bukan   kasasi, melainkan banding, yaitu banding tingkat kedua. Artinya MA tidak hanya mempertimbangkan hukum, tetapi juga faktanya.

Di Fiji permohonan untuk melakukan penangkapan dan penahanan dari polisi diajukan kepada pengadilan melalui jaksa setelah jaksa yang bersangkutan meneliti pembuktian yang telah diperoleh polisi.

Sistem common law, orang yang ditahan sambil menunggu sidang pengadilan (pre trial detention), pada prinsipnya diberikan hak dimerdekakan dari tahanan dengan jaminan (bail) berupa uang atau orang, namun terdapat kekecualian dimana seorang tahanan tidak dapat dimerdekakan maka jaksalah yang memutuskan seseorang dapat dimerdekakan atau harus terus ditahan sambil menunggu persidangan.

Kriteria apakah boleh dimerdekakan dengan jaminan (bail) atau tetap ditahan terus, tersangka dikhawatirkan akan menjadi buronan atau akan mempengaruhi saksi dan menghilangkan alat bukti lainnya atau melakukan tindak pidana lagi. Di Fiji syarat-syarat tersebut dipertiumbangkan pada waktu akan menentukan sesorang dimerdekakan dari tahanan dengan jaminan.

Jaksa di Fiji tidak berwenang melakukan penyidikan dan hanya memberikan nasihat kepada polisi dan isntansi-instansi publik lainnya yang diberi wewenang penyidikan tentang apakah pembuktian perkara yang disidik cukup memadai.

Dakwaan jaksa yang sah harus berisi penjelasan tentang tindak pidana yang dilanggar dengan merujuk pasal-pasal yang disangkakan dilengkapi dengan identitas terdakwa, locus delicti dan tempus delictinya, dokumen-dokumen yang ada dan identitas korban, setelah dakwaan disusun maka perkara diserahkan ke pengadilan.

Jaksa harus menjaga agar dakwaannya tidak cacat hukum karena sekalipun pengadilan tingkat pertama menjatuhkan pidana berdasarkan dakwaan yang cacat tesebut, perkaranya akan fatal dan kandas di Pengadilan Banding.

Setiap keputusan Jaksa tidak boleh diambil asal praktis dan atau asal menyenangkan keinginan diri sendiri atau keinginan siapapun karena sikap adil (fairness) dan sikap tidak berpihak (impartiality) harus menjadi utama keputusan jaksa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar