Peran Jaksa Dalam Sistem Peradilan Pidana di Kawasan Asia Pasifik
Sistem Hukum Negara-Negara di Kawasan Asia Pasifik.
Sulit untuk dibantah, diantara negara-negara di Kawasan Asia Pasifik terdapat perbedaan dalam sistem hukum, sistem pemerintahan, dan ideology negara. Meskipun begitu, realisasi kerja sama hukum di antara negara-negara tersebut bukan sesuatu yang mustahil.
Sistem Hukum Negara-Negara di Kawasan Asia Pasifik.
Sulit untuk dibantah, diantara negara-negara di Kawasan Asia Pasifik terdapat perbedaan dalam sistem hukum, sistem pemerintahan, dan ideology negara. Meskipun begitu, realisasi kerja sama hukum di antara negara-negara tersebut bukan sesuatu yang mustahil.
Dari sisi system hukumnya, negara-negara di Kawasan Asia Pasifik dapat dikelompokan ke dalam tiga rumpun yaitu :
Pertama, negara-negara bertradisi hukum anglo-saxson atau common law (bersistem hukum Sakson-Inggris), termasuk sempalannya bertradisi hukum Anglo-American (bersistem hukum Amerika-Inggris). Dalam rumpun ini terdapat Filipina, Malaysia, Singapura, Brunei Darusalam, Uni Myanmar, Papua Nugini, Australia, New Zeland, Fiji, Kiribati, Micronesia, Nauru, Samoa, tonga, Tuvalu dan Vanuatu.
Kedua, negara-negara bertradisi civil law system atau continental system (bersistem hukum Eropa daratan). Dalam rumpun ini terdapat Jepang, Korea Selatan, Thailand, Kamboja, Taiwan, Timor Leste dan Indonesia.
Ketiga, negara-negara bertradisi socialist legality (bersistem hukum social). Sebenarnya system hukum social merupakan sempalan dari sivil law system atau kontinetal system. Dalam rumpun ini terdapat Republik Rakyat Tiongkok, Korea Utara, Vietnam, dan Laos.
Sementara itu hukum perbandingan sebagai ilmu menggunakan beberapa kriteria untuk dapat memilah-milah, kemudian mengelompokan negara-negara tertentu dimasukkan ke dalam system hukum tertentu. Di antara tolok ukurnya adalah latar belakang sejarah hukumnya, metode kerja para ahli hukumnya, sifat-sifat khusus konsep hukumnya, sumber, dan pembagian hukumnya (Glendon, Gordon, and Osaka, 1982:4-5;David and Brierley, 1978:19-20).
Judge Made Law.
Dari perspektif sejarah hukum, masing-masing system hukum memiliki tradisinya sendiri. Sistem hukum Sakson-Inggris berawal sewatu Inggris dikalahkan oleh bangsa Normandia di sekitar abad ke-11. Selanjutnya Raja William, sang pemenang, membentuk pemerintahan yang berpusat, dengan dilengkapi system peradilan nasional. Sebelumnya terdapat berbagai system peradilan local, seperti beberapa paradilan para Baron Tuan Tanah, bagi masing-masing yuridiksi yang bersifat local.
Mulai saat itu, system peradilan yang dibentuk oleh pada Baron terus menyusut kekuasaannya, tidak lagi berwenang mengadili perkara besar, karena perkara semacam itu harus diadili oleh pengadilan kerajaan (royak court). Sistem demikian dianggap lebih menjamin terwujudnya keadilan. Dengan kata lain, wewenang pengadilan-pengadilan local menjadi terbatas pada perkara-perkara kecil yang bersifat setempat berkala. …………..
Adapun yang dimaksud dengan Mommon law adalah hukum yang berumber pada hukum adat atau hukum kebiasaan. Disebut common law karena hukum adat atau hukum kebiasaan dimaksud menjadi berlaku nasional, bahkan menjadi lawan dari hukum kebiasaan setempat. Hukum kebiasaan yang asalnya tidak tertulis, kemudian dijadikan dasar dalam putusan-putusan hakim, berubah menjadi case lauw atau yurisprudensi,’yang diikuti atau dipedomani oleh para hakim dalam putusan-putusan yang berikutnya. Hukum yang semula bersifat setempat pun berubah menjadi hukum yang bersifat nasional.
Dari proses seperti itulah lahir istilah judge made law yang berarti hukum buatan hakim, untuk membedakan dari hukum buatan para legislators (anggota-anggota parlemen) yang berbentuk undang-undang parlement (parliament act).
Di Indonesia. Istilah hukum buatan hakim (Judge made law) dengan salah kaprah kerap diterjemahkan atau dimaknai sebagai “hakim pembuat hukum”. Sekaligus hakikatnya tidak keliru, bahwa sebagian ketentuan hukum dalam system hukum Sakson-Inggris dan system hukum Amerika-Inggris dibuat oleh hakim melalui putusan-putusannya.
Selanjutnya melalui asas stare decisis, putusan-putusan hakim harus diikuti oleh para hakim lain, utamanya oleh pengadilan-pengadilan yang lebih rendah. Artinya harfiah asas dimaksud adalah “berdiri di atas apa yang telah diputuskan”. Intinya hukum ditegakkan berdasarklan putusan-putusan hakim terdahulu, sehingga mudah diprediksi. Dalam kasus-kasus serupa putusan hakim akan mengikuti preseden (prescedent) atau pola sebelummya.
Tepatnya judge made law harus diterjemahkan sebagai “hukum buatan hakim”. Tidak berbeda dengan istilah home made ice cream, yakni ekstrim “buatan sendiri”. Atau ekstrim yang dibuat di rumah-rumah, bukan yang diproduksi di pabrik-pabrik.
Selama satu dekade, common law dan hukum Amerika-Inggris (anglo-american law) terbentuk seperti apa yang biasa dibaca sampai hari ini. Sudah dikemukakan tadi. Berdasarkan asas stare decisis, maka semua hakim diwajibkan mengikuti hukum buatan hakim yang terdahulu.
Intinya adalah bahwa bagi kasus yang sama harus diberi putusan yang sama. Penyimpangan dimungkinkan, hanya dalam hal hakim berikutnya dapat mengajukan argument yang sangat kuat, kasus yang dihadapinya mengandung fakta yang berbeda, sehingga penerapan hukunya pun harus berbeda. Begitulah, dalam sistem berasaskan stare decicis hakim yang lebih rendah terikat oleh putusan hakim yang lebih tinggi. Dalam perkembangan selanjutnya, ternyata penerapan asas dimaksud agak berbeda-beda di antara negara-negara yang bersistem hukum Sakson-Inggris dan hukum Amerika-Inggris.
Demam Kodifikasi.
Sejarah hukum Eropa daratan atau civil law sistem lebih tua daripada common law sistem, karena sistem hukum Eropa daratan berakar pada hukum Romawi yang dianggap bermula sejak abad ke-5 SM.
Sejarah Eropa menunjukkan, hampir semua wilayah benua biru itu pernah mendapat serbuan Bala Tentara Romawi dan selanjutnya diposisikan sebagai domein kekuasaannya.
Akibatnya hampir semua kerajaan dan yuridiksi di era tersebut memahami Hukum Romawi. Bahkan pada akhirnya semua kerajaan dan yuridiksi di Eropa menerima hukum Romawi sebagai hukum yang berlaku di wilayah masing-masing. Sekalipun kekuasaan Kekaisaran Romawi kemudian menyusut. Hukum Romawi dapat terus bertahan. Utamanya sebagai ilmu hukum. Lagi pula hal terjadinya resesi hukum dimaksud, disebabkan oleh status bahasa latin yang menjadi bahasa ilmu pengetahuan selama era tersebut.
Dalam sejarah tercatat, bahwa dari waktu ke waktu, hukum Amerika-Inggris dipupuk serta ditumbuhkan oleh pada hakim. Sebaliknya, hukum eropa daratan dipupuk serta ditumbuhkan oleh para juri terdepan, terutama mereka yang mengajar di beberapa universitas. Satu diantara tempat pemupukan hukum dimaksud adalah Universitas Bologna, sebagai pusat pembinaan ilmu hukum yang sudah ternama untuk lamannya. Sebenarnya di era yang sama, beberapa universitas di luar Italia pun tidak mengajarkan baik hukum nasional, maupun hukum setempat. Boleh dikatakan, para mahasiswa hukum di eropa daratan hanya dibekali hukum romawi dengan teori-teori dan asas-asasnya yang terus dikembangkan oleh para pembinanya.
Dalam perjalanan waktu, teori-teori hukum beserta asas-asasnya semakin meluas, sehingga negara-negara di Eropa daratan mengalami “ demam kodifikasi” (Glendon, Gordon, and Osakwe, 1982:30-32). Di samping itu, era renaissance atau era pencerahan telah merangsang para akademisi untuk membebaskan diri dari pengaruh yang berada di luar jangkauan pikiran, Akhirnya terjadilah penelusuran atas khazanah hukum klasik yang bersifat rasional dan logis, ialah hukum Romawi yang sudah lama dipahaminya. Lagi pula, di zaman Romawi pun sudah terdapat kodifikasi terkenal. Budaya hukum itu dilestarikan dan dimodernisasi oleh para yuris terdepan di abad ke-19.
Kedua, negara-negara bertradisi civil law system atau continental system (bersistem hukum Eropa daratan). Dalam rumpun ini terdapat Jepang, Korea Selatan, Thailand, Kamboja, Taiwan, Timor Leste dan Indonesia.
Ketiga, negara-negara bertradisi socialist legality (bersistem hukum social). Sebenarnya system hukum social merupakan sempalan dari sivil law system atau kontinetal system. Dalam rumpun ini terdapat Republik Rakyat Tiongkok, Korea Utara, Vietnam, dan Laos.
Sementara itu hukum perbandingan sebagai ilmu menggunakan beberapa kriteria untuk dapat memilah-milah, kemudian mengelompokan negara-negara tertentu dimasukkan ke dalam system hukum tertentu. Di antara tolok ukurnya adalah latar belakang sejarah hukumnya, metode kerja para ahli hukumnya, sifat-sifat khusus konsep hukumnya, sumber, dan pembagian hukumnya (Glendon, Gordon, and Osaka, 1982:4-5;David and Brierley, 1978:19-20).
Judge Made Law.
Dari perspektif sejarah hukum, masing-masing system hukum memiliki tradisinya sendiri. Sistem hukum Sakson-Inggris berawal sewatu Inggris dikalahkan oleh bangsa Normandia di sekitar abad ke-11. Selanjutnya Raja William, sang pemenang, membentuk pemerintahan yang berpusat, dengan dilengkapi system peradilan nasional. Sebelumnya terdapat berbagai system peradilan local, seperti beberapa paradilan para Baron Tuan Tanah, bagi masing-masing yuridiksi yang bersifat local.
Mulai saat itu, system peradilan yang dibentuk oleh pada Baron terus menyusut kekuasaannya, tidak lagi berwenang mengadili perkara besar, karena perkara semacam itu harus diadili oleh pengadilan kerajaan (royak court). Sistem demikian dianggap lebih menjamin terwujudnya keadilan. Dengan kata lain, wewenang pengadilan-pengadilan local menjadi terbatas pada perkara-perkara kecil yang bersifat setempat berkala. …………..
Adapun yang dimaksud dengan Mommon law adalah hukum yang berumber pada hukum adat atau hukum kebiasaan. Disebut common law karena hukum adat atau hukum kebiasaan dimaksud menjadi berlaku nasional, bahkan menjadi lawan dari hukum kebiasaan setempat. Hukum kebiasaan yang asalnya tidak tertulis, kemudian dijadikan dasar dalam putusan-putusan hakim, berubah menjadi case lauw atau yurisprudensi,’yang diikuti atau dipedomani oleh para hakim dalam putusan-putusan yang berikutnya. Hukum yang semula bersifat setempat pun berubah menjadi hukum yang bersifat nasional.
Dari proses seperti itulah lahir istilah judge made law yang berarti hukum buatan hakim, untuk membedakan dari hukum buatan para legislators (anggota-anggota parlemen) yang berbentuk undang-undang parlement (parliament act).
Di Indonesia. Istilah hukum buatan hakim (Judge made law) dengan salah kaprah kerap diterjemahkan atau dimaknai sebagai “hakim pembuat hukum”. Sekaligus hakikatnya tidak keliru, bahwa sebagian ketentuan hukum dalam system hukum Sakson-Inggris dan system hukum Amerika-Inggris dibuat oleh hakim melalui putusan-putusannya.
Selanjutnya melalui asas stare decisis, putusan-putusan hakim harus diikuti oleh para hakim lain, utamanya oleh pengadilan-pengadilan yang lebih rendah. Artinya harfiah asas dimaksud adalah “berdiri di atas apa yang telah diputuskan”. Intinya hukum ditegakkan berdasarklan putusan-putusan hakim terdahulu, sehingga mudah diprediksi. Dalam kasus-kasus serupa putusan hakim akan mengikuti preseden (prescedent) atau pola sebelummya.
Tepatnya judge made law harus diterjemahkan sebagai “hukum buatan hakim”. Tidak berbeda dengan istilah home made ice cream, yakni ekstrim “buatan sendiri”. Atau ekstrim yang dibuat di rumah-rumah, bukan yang diproduksi di pabrik-pabrik.
Selama satu dekade, common law dan hukum Amerika-Inggris (anglo-american law) terbentuk seperti apa yang biasa dibaca sampai hari ini. Sudah dikemukakan tadi. Berdasarkan asas stare decisis, maka semua hakim diwajibkan mengikuti hukum buatan hakim yang terdahulu.
Intinya adalah bahwa bagi kasus yang sama harus diberi putusan yang sama. Penyimpangan dimungkinkan, hanya dalam hal hakim berikutnya dapat mengajukan argument yang sangat kuat, kasus yang dihadapinya mengandung fakta yang berbeda, sehingga penerapan hukunya pun harus berbeda. Begitulah, dalam sistem berasaskan stare decicis hakim yang lebih rendah terikat oleh putusan hakim yang lebih tinggi. Dalam perkembangan selanjutnya, ternyata penerapan asas dimaksud agak berbeda-beda di antara negara-negara yang bersistem hukum Sakson-Inggris dan hukum Amerika-Inggris.
Demam Kodifikasi.
Sejarah hukum Eropa daratan atau civil law sistem lebih tua daripada common law sistem, karena sistem hukum Eropa daratan berakar pada hukum Romawi yang dianggap bermula sejak abad ke-5 SM.
Sejarah Eropa menunjukkan, hampir semua wilayah benua biru itu pernah mendapat serbuan Bala Tentara Romawi dan selanjutnya diposisikan sebagai domein kekuasaannya.
Akibatnya hampir semua kerajaan dan yuridiksi di era tersebut memahami Hukum Romawi. Bahkan pada akhirnya semua kerajaan dan yuridiksi di Eropa menerima hukum Romawi sebagai hukum yang berlaku di wilayah masing-masing. Sekalipun kekuasaan Kekaisaran Romawi kemudian menyusut. Hukum Romawi dapat terus bertahan. Utamanya sebagai ilmu hukum. Lagi pula hal terjadinya resesi hukum dimaksud, disebabkan oleh status bahasa latin yang menjadi bahasa ilmu pengetahuan selama era tersebut.
Dalam sejarah tercatat, bahwa dari waktu ke waktu, hukum Amerika-Inggris dipupuk serta ditumbuhkan oleh pada hakim. Sebaliknya, hukum eropa daratan dipupuk serta ditumbuhkan oleh para juri terdepan, terutama mereka yang mengajar di beberapa universitas. Satu diantara tempat pemupukan hukum dimaksud adalah Universitas Bologna, sebagai pusat pembinaan ilmu hukum yang sudah ternama untuk lamannya. Sebenarnya di era yang sama, beberapa universitas di luar Italia pun tidak mengajarkan baik hukum nasional, maupun hukum setempat. Boleh dikatakan, para mahasiswa hukum di eropa daratan hanya dibekali hukum romawi dengan teori-teori dan asas-asasnya yang terus dikembangkan oleh para pembinanya.
Dalam perjalanan waktu, teori-teori hukum beserta asas-asasnya semakin meluas, sehingga negara-negara di Eropa daratan mengalami “ demam kodifikasi” (Glendon, Gordon, and Osakwe, 1982:30-32). Di samping itu, era renaissance atau era pencerahan telah merangsang para akademisi untuk membebaskan diri dari pengaruh yang berada di luar jangkauan pikiran, Akhirnya terjadilah penelusuran atas khazanah hukum klasik yang bersifat rasional dan logis, ialah hukum Romawi yang sudah lama dipahaminya. Lagi pula, di zaman Romawi pun sudah terdapat kodifikasi terkenal. Budaya hukum itu dilestarikan dan dimodernisasi oleh para yuris terdepan di abad ke-19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar